Di Indonesia, lantai kayu umumnya menggunakan bahan dari kayu jati, merbau, kelapa, sungkai, sonokeling, bengkirai, dan kayu ulin. Adapun lantai kayu impor kebanyakan berasal dari kayu orak, lime, cherry, wainut, atau maple. Harga lantai kayu jelas lebih mahal karena bahannya yang kian langka.
Lepas dari masalah yang sering diperhatikan orang, lantai kayu memiliki warna yang ringan sehingga membuat rumah tampak dinamis dan muda. Memilih lantai kayu tak melulu berdasarkan warna. Sebab, lantai kayu juga dikelompokkan atas bahan pembentuknnya. Ada beberapa jenis lantai kayu, seperti solid, laminasi, dan engineering wood.
Lantai kayu solid dibuat kayu utuh sehingga harganya cukup mahal. Meski bergengsi, jenis lantai kayu ini tak cocok dipakai di wilayah beriklim tropis dengan kelembaban yang tinggi. Lantai kayu solid juga dapat mengembang dan menyusut. Lantai jenis ini biasanya diprodusi dengan kekebalan 10-18 milimeter. Setelah dipakai beberapa waktu, lantai ini bisa diampelas lagi.
Selanjutnya adalah lantai kayu laminasi. Ini sering disebut juga kayu imitasi. Jenis ini dibuat dari kayu yang dijadikan bubur laru dipres dengan lem dan dilaminasi dengan kertas dekorasi bermotif kayu. Jenis lantai ini tak ramah pada lingkungan dengan kelembaban tinggi.
Harga lantai laminasi jauh lebih murah dibanding jenis lantai kayu lainnya. Lantai ini bisa dipasang di bawah tanah atau lantai atas. Namun, penampilannya tampak tak asli dan terasa kopong.
Adapun lantai engineering wood adalah kayu hasil olahan teknologi multilapis. Jenis ini juga dikenal sebagai engineer parquet. Lantai jenis ini relatif tahan terhadap penyusutan dan pembengkokan. Umumnya dijual dengan kekebalan 15milimeter. Jenis ini bisa diterapkan di bawah tanah dan menempel langsung pada beton. Sayangnya, kebanyakan lantai jenis ini tak dapat di finishing lagi.